Permukiman menurut Peorbo (1999) dalam (Effendi 2008) adalah satuan bangunan-bangunan (rumah, fasilitas-fasilitas sosial, tempat perdagangan, rekreasi, industri, infastruktur, dan lain-lain) yang masalahnya  didekati tidak hanya dari sudut fungsional fisik, tapi juga dapat dilihat sebagai tempat yang mewadahi kehidupan dan penghidupan bersama yang menonjolkan dimensi sosial ekonomi dalam penangannya. Dengan demikian permukiman harusnya tidak dilihat hanya sebagai kumpulan bangunan yang mempunyai permasalahan fungsional dan fisik saja, melainkan juga sebagai tempat manusia berteduh, mendapat perlindungan, mencari ketentraman, membesarkan keluarga, barkarya, dan sebagainya sebagai konsepsikan sebagai tempat dimana proses kehidupan dan penghidupan berlangsung bagi keluarga.  

Pola permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya (Subroto, 1983:176). Permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah dimana penduduk terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan lingkungan setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan hidupnya (Martono dan Dwi, 1999).

Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup, yakni lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992).

Pengertian permukiman secara luas mempunyai arti perihal tempat tinggal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat tinggal dan secara sempit berarti daerah tempat tinggal atau bangunan tempat tinggal (Yunus 1987).

Satuan lingkungan permukiman, menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman Pasal 1 butir (4), ialah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang tertentu, yang dilengkapi dengan sistem prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas dan dengan penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal.

Supriyanta (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor lingkungan memberikan pengaruh bagi penghuni dalam penentuan lokasi perumahan. Komponen lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap penghuni dalam memilih lokasi perumahan adalah ketersediaan air bersih, keamanan lingkungan, servis, tingkat ketenangan suara, prasarana jalan, kebersihan udara, dan sarana transportasi. Komponen lingkungan yang cukup berpengaruh terhadap penghuni dalam memilih lokasi perumahan adalah harga rumah, utilitas, fasilitas lingkungan, nilai rumah, hukum dan peraturan setempat, serta keberadaan tumbuh-tumbuhan. Komponen lingkungan yang kurang berpengaruh terhadap penghuni dalam memilih lokasi perumahan adalah hubungan kekeluargaan, pemandangan alam, kondisi fisiografis, daya tarik kebudayaan, status sosial, dan keberadaan hewan.