Mata kuliah ini diajarkan agar mahasiswa mengenal cara pengelelolaan lahan kering mencakup: lahan tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumput, dan padang alang-alang. Erosi, kekurangan air dan kekurangan unsur hara adalah masalah yang paling serius di daerah pertanian lahan kering. Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sistem konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi. Dengan mempelajarinya diharapkan mahasiswa dapat memberikan solusi dalam pengelolaan lahan kering. Masyarakat NTT khususnya pulau Timor, Flores, Sumba, Rote, Sabu dan pulau kecil lainnya memiliki budaya pengelolaan lahan yang akrab dengan lahan kering yang mereka miliki dan menjadi kearifan lokal mereka. Seperti pola Mamar di Timor, ladang hade oe dae madak di Rote dan system ladang hak pakai Kerogo di Sabu, sawah Lodok di Chancar, Manggarai Tengah serta   Budaya Kaliwu di Sumba Tengah.  Semua system ini diikuti dengan budaya pertanian yang berisi pengetahuan tradisional jenis tumbuhan yang cocok dengan lahan kering serta musim tanamnya. Selain itu diharapkan agar mahasiswa mempelajari beberapa konservasi flora, fauna dan ekosistem hutan yang sudah dan dapat dikembangkan menjadi sarana pariwisata unggulan di NTT seperti TN Komodo, TN Kelimutu, Suaka marga satwa dan Cagar Alam